Rabu, 09 Mei 2012


ejarah psikologi sosial BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang Sejak zaman dahulu orang sudah menaruh minat yang besar pada tingkah laku manusia dalam lingkungan sosialnya. Akan tetapi psikologi sosial yang membidangi masalah individu dalam lingkungan sosialnya baru muncul kurang dari seratus tahun yang lalu, sebagaiman ilmu psikologi-psikologi yang lain.yang berytujuan untuk mengerti suatu gejala atau fenomena. Adapun yang membedakan penelitian psikologi dengan penelitian ilmu sosial lainnya adalah tingkah laku manusia sebagai individu. Maka dari itu dengan uraian-uraian pada makalah ini insyaalah dapat membantu atau memberikan secercah pengetahuan kepada para pembaca pada umumnya. Khususnya bagi mahasiswa jurusan psikologi sosial mengenai sejarah psikologi sosial itu sendiri. Dengan harapan dapat bermanfaat bagi kita semua. Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka makalah ini mempunyai rumusan masalah antara lain sebagai berikut: 1. bagaimana sejarah psikologi sosial? 2. apa saja tahap-tahap massa perkembangan psikologi sosial? 3. psikologi sosial menitik beratkan kepada apa? BAB II PEMBAHASAN 1. SEJARAH PSIKOLOGI SOSIAL Dalam sejarahnya yang masih pendek, perkembangan psikologi sosial dapat di uraikan melalui beberapa tahap yaitu masa dalam kandungan, masa bayi, masa kanak-kanak, masa dewasa, dan masa yang akan datang. Gabriel tarde (1842-1904) ia adalah seorang sosiologi dan kriminologi prancis yang di anggap pula sebagai bapak psikologi sosial (social interaction) tarde berpendapat bahwa semua hubungan sosial selalu berkisar pada proses imitasi, bahkan semua pergaulan antar manusia hanyalah semata-mata berdasarkan atas proses imitasi itu Kata imitasi berasal dari bahasa inggris to imitate yang berarti mencontoh, mengikuti suatu pola, istilah imitasi ini secara populer di artikan secara meniru. Menurut tarde masyarakat tidak lain dari pengelompokan manusia. Di mana individu mengimitasi individu yang lain dan sebaliknya. Pendapar tarde tersebut ternyata banyak mendapatkan kritikan seperti yang di kemukakan chorus, yang antara lain mengatakan bahwa teori tarde ternyata berat sebelah. Walaupun tarde tidak di terima secara mutlak namun olehnya telah di kemukakan suatu factor yang memegang peranan penting pergaulan sosial antara lain manusia. Gustav le bon (1841-192) ia terkenal karena sumbangannya psikologi massa yang di maksud dengan massa adalah kumpulan orang-orang untuk sementara waktu karena minat dan kepentingan bersama. Ia juga mengatakan bahwa massa itu punya jiwa tersendiri yang berlainan sifatnya dengan sifat-sifat jiw individu Jadi seorang individu yang tergabung dalam massa itu akan bertingkah laku secar berlainan di banding dengan tingkah lakunya dalam kehidupan sehari-hari sebagai individu Pendapat le bon ini juga menimbulkan banyak kritik terutama pandangannya terhadap massa. Jiwa massa dianggapnya banyak menimbulkan sifat-sifat negative padahal anggapan tersebut tidak selalu benar seutuhnya, sebab massa dapat membangun secara konstruktif serta dapat mendorong untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang positif Emile durkheim (1858-1917) sebagai seorang tokoh sosiologi ia berpendapat bahwa · Gejala-gejala sosial yang terdapat dalam masyarakat tidak dapat di bahas oleh psikologi, melainkan hanya oleh sosiologi adapun alasannya ialah bahwa yang mendasari gejala-gejal sosial itu suatu ksadaran kolektif dan bukan kesadarn individual · Masyarakat itu terdiri dari kelompok-kelompok manusia yang hidup secara kolektif dengan pengertian-pengertian dan tanggapan-tanggapam\n yang kolektif pula dan hanya dengan kehidupan kolektif itulah yang dapat menerangkan gejala-gejala sosial · Bahwa pada manusia terdapat dua macam jiwa seperti yang di katakana oleh le bon yaitu jiwa kelompok (group mind) dan jiwa individu (individual mind) Durkheim pun mendapat beragam kritikan yaitu berat sebelah artinya menitik beratkan pada peranan jiwa kolektif dan fantastis artinya pendapat mengenai jiwa kolektif hanya suatu lamunan, khayalan saja yang sukar di buktikan oleh kehidupan nyata.[1] Psikologi sosial modern mulai dikembangkan pada saat pergantian abad ke 19 menuju abad 20. Tripplet (1898) memulai sebuah eksperimen perdana dalam bidang psikologi sosial dengan meneliti pengaruh kehadiran orang lain terhadap peningkatan performance seseorang dalam mengerjakan suatu tugas, topic yang di telitinya sering di sebut “fasilitas sosial” (social fasititation) yang sampai saat ini masih banyak di minati oleh para ahli psikologi sosial. Selain itu, buku yang berjudul Social Psychology diterbitkan pada tahun 1908 (McDougall, 1908; Ross, 1908).[2] Menjamurnya penelitian-penelitian di bidang psikologi sosial barangkali dimulai periode 1920-1940. Beberapa topik penelitian sengaja difokuskan pada isu-isu tertentu yang sedang booming pada masa itu. Contohnya, pada awal 1900an, yang pada masa itu terjadi imigrasi besar-besaran penduduk Eropa Barat menuju Amerika Utara. Tentunya bukanlah hal yang mengejutkan bila penelitian-penelitian yang banyak dilakukan berbicara tentang sikap, kebangsaan, dan kelompok-kelompok etnis (Pancer, 1997). 2. TAHAP ATAU MASA KELAHIRAN PSIKOLOGI SOSIAL Selain itu perkembangan jurnal-jurnal psikologi sosial, juga dapat mencerminkan psikologi sosial itu sendiri, khususnya khususnya di amerika serikat dimana jurnal-jurnal itu di terbitkan Ø Masa prakelahiran. Psikologi di kokohkan sebagai ilmu yang berdiri sendiri dengan didirikannya laboratorium pertama di dunia di leipzing oleh wuntdt pada tahun 1879, bibit-bibit psikologi sosial mulai tumbuh. Yaitu ketika lazarus & steindhal pada tahun 1860 mempelajari bahasa, tradisi dan institusi masyarakat untuk menemukan jiwa ummat manusia (human mind). Upaya lazarus masih sangat di pengaruhi oleh antropologi, kemudian di kembangkan oleh wundt pada tahun 1880 mulai mempelajari psikologi rakyat Ø Masa awal kelahirn psikologi sosial di tandai dengan lahirnya dua buah buku berjudul sama yaitu psikologi sosial pada tahun 1908 yang di tulis oleh dua ilmuwan dari disiplin ilmu yang berdeda, yaitu w. mcdougall (psikologi) dan ross adalah seorang sosiolog yang berpendapat bahwa perilaku sosial di sebabkan oleh imitasi atau sugesti. Serta juga tertarik mendalami topic-topik yang berhubungan psikologi massa dan perilaku kolekti. Kerja ross ini mengembangkan studi psikologi sosial dalam sosiologi. Sementara buku ke dua yang di tulis mc dougall menekankan pada sifat instink pada tingkah laku sosial sebagai focus pembahasan yang juga menjadi topic utama pada tahun-tahun awal kemunculan bidang psikologi sosial. Ø Masa perang dunia 1 & 2. di masa-masa perang dunia pertama dan berkuasanya nazi di jerman selama perang dunia ke dua. Perhatian psikoogi sosial berkembang ke arah studi tentang otoritarianisme (kekuasan), setelah perang dunia selesai perhatian psikologiu beralih ke proses individual dan psikologi sosial mulai mempelajari proses interaksi sosial Ø Masa mutakhir proses pendewasan psikologi sosial mencapai puncaknya antara tahun 1970 sampai tahun 1980 dengan berbagai penelitian mengenai atribusi, sikap (attitude), perbedaan jenis kelamin (gender), diskriminasi seksual psikologi lingkungan , psikologi massa dan sebagainya . Tahap inipun ditandai dengan berkembangnya penelitian-penelitian psikologi sosial terapan (Baron & Byrne , 1994) seperti psikologi kesehatan , psikologi hokum , psikologi lingkungan kerja , psikologi kepolisian , dan psikologi lingkungan . Ø Masa yang akan datang perkembangan psikologi sosial masih akan berlanjut di masa-masa yang akan datang (pasca tahun 19990-an) . cirinya adalah penelitian kognisi dan penerapan psikologi sosial yan makin canggih , yang menggunakan perspektif cultural yang multidi-mensional (psikologi lintas budaya ) dan kemajemukan sosial . Ø Jurnal-jurnal psikologi sosial jurnal adalah media pertukaran informasi dan hasil-hasil penelitian ilmiah di bidang ilmu pengetahuan tertentu. Judul-judul jurnal menggambarkan isi jurnal itu dan karenanya dengan memperhatikan perkembangan dan perubahan judul-judul jurnal dari suatu ilmu pengetahuan kita dapat mengetahui perkembangan pemikiran para penelti dari bidang ilmu bersangkutan . dalam bidang psikologi sosial, sebagaimana yang tercatat dalam buku karangan Shaver (1997) , jurnal yang pertama di terbitkan pada tahun 1922 oleh Morton prince yang ketika itu berpendapat bawa psikologi tentang perilakuu menyimpang .ada kaitannya dengan prilaku sosial. 3. PSIKOLOGI SOSIAL MENEKANKAN PADA INDIVIDU Setelah melalui perjalanan yang panjang, psikologi sosial mengalami stagnasi akibat berkembangnya (dan dominannya) paham kognitif di Amerika. Akibat dari berkembangnya paradigma ini, psikologi sosial seakan diseret dalam wilayah individual yang menginginkan segalanya berfokus pada individu itu sendiri. Walaupun dalam kajian intimate relationship, pendekatan-pendekatan yang selayaknya digunakan adalah pendekatan individual, yang berarti mengabaikan pendekatan kontekstual yang sebenarnya memiliki peranan yang tak kalah pentingnya dengan perspektif individual (Pancer, 1997). Salah satu solusi yang sempat mengemuka sebagai penawar krisis yang pelik ini adalah “pendudukan” kembali hakikat psikologi sosial pada singgasananya, yang menghendaki penelitian lapangan dan pengembangan teori-teori berdasarkan isu-isu aktual, serta permasalahan sosial yang kerapkali terjadi dalam realitas. Namun nampaknya solusi ini terpaksa tidak diindahkan oleh para pengampunya karena mereka lebih senang berkutat pada eksperimen-eksperimen manipulatif mereka. BAB III PENUTUP 1. KESIMPULAN Gabriel tarde (1842-1904) ia adalah seorang sosiologi dan kriminologi prancis yang di anggap pula sebagai bapak psikologi sosial (social interaction) tarde berpendapat bahwa semua hubungan sosial selalu berkisar pada proses imitasi, bahkan semua pergaulan antar manusia hanyalah semata-mata berdasarkan atas proses imitasi itu Dalam sejarahnya yang masih pendek, perkembangan psikologi sosial dapat di uraikan melalui beberapa tahap yaitu masa dalam kandungan, masa bayi, masa kanak-kanak, masa dewasa, dan masa yang akan datang. Setelah melalui perjalanan yang panjang, psikologi sosial mengalami stagnasi akibat berkembangnya (dan dominannya) paham kognitif di Amerika. Akibat dari berkembangnya paradigma ini, psikologi sosial seakan diseret dalam wilayah individual yang menginginkan segalanya berfokus pada individu itu sendiri. Walaupun dalam kajian intimate relationship, pendekatan-pendekatan yang selayaknya digunakan adalah pendekatan individual, yang berarti mengabaikan pendekatan kontekstual yang sebenarnya memiliki peranan yang tak kalah pentingnya dengan perspektif individual (Pancer, 1997) DAFTAR PUSTAKA Ahmadi, abu. 2007, psikologi sosial, Jakarta: rineka cipta Dyakisni, tri & hudaniah. 2009, psikologi sosial, malang: umm press Sarwono, sarlito wirawan. 2006, teori-teori psikologi sosial, Jakarta: rajawali pers [1] Abu ahmadi. Psikologi sosial, 2002, hal: 5-8 [2] Tri daya kisni & Hudaniah, psikilologi sosial, 2009, hal: 1

soal pkn dessy crossword puzzle game

Sabtu, 28 Januari 2012

soal pkn dessy crossword puzzle game

POWER POINT BAHAN AJAR PKN

Selasa, 05 April 2011

BENTUK NEGARA PPT
bab-i-bentuk-negara.ppt

HUBUNGAN INTERNASIONAL PPT
BAB IV HUBUNGAN INTERNASIONAL.ppt

MASYARAKAT MADANI PPT
bab-ii-masyarakat-madani1.ppt

KONSTITUSI PPT
bab-iv-konstitusi.ppt

BUDAYA POLITIK INDONESIA PPT
budaya politik jafar.ppt

HAKEKAT BANGSA PPT
HAKEKAT BANGSA.ppt

FILSAFAT PANCASILA PPT
FILSAFAT PANCASILA 1.ppt

PERSAMAAN WARGANEGARA PPT
bab-v-persamaan-warga-negara.ppt

DEMOKRASI DI INDONESIA
DEMOKRASI INDONESIA 2.ppt

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA PPT
Pancasila Ideologi Terbuka.ppt

KAJIAN MASYARAKAT INDONESIA PPT
Kajian Masyarakat Indonesia 2011.ppt

IDEOLOGI BANGSA DI DUNIA PPT
ideologi.ppt

HAM PPT
ham.ppt

SISTEM POLITIK INDONESIA PPT
SISTEM POLITIK INDONESIA 2.ppt

SEJARAH PEMERINTAHAN INDONESIA PPT
sejarah-pemerintahan-indonesia.ppt

SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIA PPT
Pelaksanaan sistem pemerintahan di Indonesia.ppt

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT PPT
Pancasila Sebagai Sistem Filsafat.ppt

FILSAFAT ILMU PPT
kuliah-filsafat-ilmu1.ppt

PERANAN PERS DI INDONESIA PPT
pwerpoint_PERANAN_PERS_DI_INDONESIA.ppt

PERISTIWA HUKUM INDONESIA PPT
peristiwa hukum.pptx

PENGANTAR HUKUM INDONESIA PPT
Pengantar Hukum Indonesia_Hukum Benda.ppt

Filsafat Ilmu

A. Pengertian Filsafat Ilmu
Untuk memahami arti dan makna filsafat ilmu, di bawah ini dikemukakan pengertian filsafat ilmu dari beberapa ahli yang terangkum dalam Filsafat Ilmu, yang disusun oleh Ismaun (2001)

 Robert Ackerman “philosophy of science in one aspect as a critique of current scientific opinions by comparison to proven past views, but such aphilosophy of science is clearly not a discipline autonomous of actual scientific paractice”. (Filsafat ilmu dalam suatu segi adalah suatu tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingan terhadap kriteria-kriteria yang dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian itu, tetapi filsafat ilmu jelas bukan suatu kemandirian cabang ilmu dari praktek ilmiah secara aktual.
 Lewis White Beck “Philosophy of science questions and evaluates the methods of scientific thinking and tries to determine the value and significance of scientific enterprise as a whole. (Filsafat ilmu membahas dan mengevaluasi metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan dan pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan)
 A. Cornelius Benjamin “That philosopic disipline which is the systematic study of the nature of science, especially of its methods, its concepts and presuppositions, and its place in the general scheme of intellectual discipines. (Cabang pengetahuan filsafati yang merupakan telaah sistematis mengenai ilmu, khususnya metode-metodenya, konsep-konsepnya dan praanggapan-praanggapan, serta letaknya dalam kerangka umum cabang-cabang pengetahuan intelektual.)
 Michael V. Berry “The study of the inner logic if scientific theories, and the relations between experiment and theory, i.e. of scientific methods”. (Penelaahan tentang logika interen dari teori-teori ilmiah dan hubungan-hubungan antara percobaan dan teori, yakni tentang metode ilmiah.)
 May Brodbeck “Philosophy of science is the ethically and philosophically neutral analysis, description, and clarifications of science.” (Analisis yang netral secara etis dan filsafati, pelukisan dan penjelasan mengenai landasan – landasan ilmu.
 Peter Caws “Philosophy of science is a part of philosophy, which attempts to do for science what philosophy in general does for the whole of human experience. Philosophy does two sorts of thing: on the other hand, it constructs theories about man and the universe, and offers them as grounds for belief and action; on the other, it examines critically everything that may be offered as a ground for belief or action, including its own theories, with a view to the elimination of inconsistency and error. (Filsafat ilmu merupakan suatu bagian filsafat, yang mencoba berbuat bagi ilmu apa yang filsafat seumumnya melakukan pada seluruh pengalaman manusia. Filsafat melakukan dua macam hal : di satu pihak, ini membangun teori-teori tentang manusia dan alam semesta, dan menyajikannya sebagai landasan-landasan bagi keyakinan dan tindakan; di lain pihak, filsafat memeriksa secara kritis segala hal yang dapat disajikan sebagai suatu landasan bagi keyakinan atau tindakan, termasuk teori-teorinya sendiri, dengan harapan pada penghapusan ketakajegan dan kesalahan
 Stephen R. Toulmin “As a discipline, the philosophy of science attempts, first, to elucidate the elements involved in the process of scientific inquiry observational procedures, patens of argument, methods of representation and calculation, metaphysical presuppositions, and so on and then to veluate the grounds of their validity from the points of view of formal logic, practical methodology and metaphysics”. (Sebagai suatu cabang ilmu, filsafat ilmu mencoba pertama-tama menjelaskan unsur-unsur yang terlibat dalam proses penyelidikan ilmiah prosedur-prosedur pengamatan, pola-pola perbinacangan, metode-metode penggantian dan perhitungan, pra-anggapan-pra-anggapan metafisis, dan seterusnya dan selanjutnya menilai landasan-landasan bagi kesalahannya dari sudut-sudut tinjauan logika formal, metodologi praktis, dan metafisika).
Berdasarkan pendapat di atas kita memperoleh gambaran bahwa filsafat ilmu merupakan telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu, yang ditinjau dari segi ontologis, epistemelogis maupun aksiologisnya. Dengan kata lain filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengakaji hakikat ilmu, seperti :
 Obyek apa yang ditelaah ilmu ? Bagaimana ujud yang hakiki dari obyek tersebut? Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia yang membuahkan pengetahuan ? (Landasan ontologis)
 Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar mendakan pengetahuan yang benar? Apakah kriterianya? Apa yang disebut kebenaran itu? Adakah kriterianya? Cara/teknik/sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu? (Landasan epistemologis)
 Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral ? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral/profesional ? (Landasan aksiologis). (Jujun S. Suriasumantri, 1982)
B. Fungsi Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu merupakan salah satu cabang dari filsafat. Oleh karena itu, fungsi filsafat ilmu kiranya tidak bisa dilepaskan dari fungsi filsafat secara keseluruhan, yakni :
 Sebagai alat mencari kebenaran dari segala fenomena yang ada.
 Mempertahankan, menunjang dan melawan atau berdiri netral terhadap pandangan filsafat lainnya.
 Memberikan pengertian tentang cara hidup, pandangan hidup dan pandangan dunia.
 Memberikan ajaran tentang moral dan etika yang berguna dalam kehidupan
 Menjadi sumber inspirasi dan pedoman untuk kehidupan dalam berbagai aspek kehidupan itu sendiri, seperti ekonomi, politik, hukum dan sebagainya. Disarikan dari Agraha Suhandi (1989)
Sedangkan Ismaun (2001) mengemukakan fungsi filsafat ilmu adalah untuk memberikan landasan filosofik dalam memahami berbagi konsep dan teori sesuatu disiplin ilmu dan membekali kemampuan untuk membangun teori ilmiah. Selanjutnya dikatakan pula, bahwa filsafat ilmu tumbuh dalam dua fungsi, yaitu: sebagai confirmatory theories yaitu berupaya mendekripsikan relasi normatif antara hipotesis dengan evidensi dan theory of explanation yakni berupaya menjelaskan berbagai fenomena kecil ataupun besar secara sederhana.

C.Substansi Filsafat Ilmu
Telaah tentang substansi Filsafat Ilmu, Ismaun (2001) memaparkannya dalam empat bagian, yaitu substansi yang berkenaan dengan: (1) fakta atau kenyataan, (2) kebenaran (truth), (3) konfirmasi dan (4) logika inferensi.
1.Fakta atau kenyataan
Fakta atau kenyataan memiliki pengertian yang beragam, bergantung dari sudut pandang filosofis yang melandasinya.
 Positivistik berpandangan bahwa sesuatu yang nyata bila ada korespondensi antara yang sensual satu dengan sensual lainnya.
 Fenomenologik memiliki dua arah perkembangan mengenai pengertian kenyataan ini. Pertama, menjurus ke arah teori korespondensi yaitu adanya korespondensi antara ide dengan fenomena. Kedua, menjurus ke arah koherensi moralitas, kesesuaian antara fenomena dengan sistem nilai.
 Rasionalistik menganggap suatu sebagai nyata, bila ada koherensi antara empirik dengan skema rasional, dan
 Realisme-metafisik berpendapat bahwa sesuatu yang nyata bila ada koherensi antara empiri dengan obyektif.
 Pragmatisme memiliki pandangan bahwa yang ada itu yang berfungsi.
Di sisi lain, Lorens Bagus (1996) memberikan penjelasan tentang fakta obyektif dan fakta ilmiah. Fakta obyektif yaitu peristiwa, fenomen atau bagian realitas yang merupakan obyek kegiatan atau pengetahuan praktis manusia. Sedangkan fakta ilmiah merupakan refleksi terhadap fakta obyektif dalam kesadaran manusia. Yang dimaksud refleksi adalah deskripsi fakta obyektif dalam bahasa tertentu. Fakta ilmiah merupakan dasar bagi bangunan teoritis. Tanpa fakta-fakta ini bangunan teoritis itu mustahil. Fakta ilmiah tidak terpisahkan dari bahasa yang diungkapkan dalam istilah-istilah dan kumpulan fakta ilmiah membentuk suatu deskripsi ilmiah.
2. Kebenaran (truth)
Sesungguhnya, terdapat berbagai teori tentang rumusan kebenaran. Namun secara tradisional, kita mengenal 3 teori kebenaran yaitu koherensi, korespondensi dan pragmatik (Jujun S. Suriasumantri, 1982). Sementara, Michel William mengenalkan 5 teori kebenaran dalam ilmu, yaitu : kebenaran koherensi, kebenaran korespondensi, kebenaran performatif, kebenaran pragmatik dan kebenaran proposisi. Bahkan, Noeng Muhadjir menambahkannya satu teori lagi yaitu kebenaran paradigmatik. (Ismaun; 2001)
a. Kebenaran koherensi
Kebenaran koherensi yaitu adanya kesesuaian atau keharmonisan antara sesuatu yang lain dengan sesuatu yang memiliki hirarki yang lebih tinggi dari sesuatu unsur tersebut, baik berupa skema, sistem, atau pun nilai. Koherensi ini bisa pada tatanan sensual rasional mau pun pada dataran transendental.
b.Kebenaran korespondensi
Berfikir benar korespondensial adalah berfikir tentang terbuktinya sesuatu itu relevan dengan sesuatu lain. Koresponsdensi relevan dibuktikan adanya kejadian sejalan atau berlawanan arah antara fakta dengan fakta yang diharapkan, antara fakta dengan belief yang diyakini, yang sifatnya spesifik
c.Kebenaran performatif
Ketika pemikiran manusia menyatukan segalanya dalam tampilan aktual dan menyatukan apapun yang ada dibaliknya, baik yang praktis yang teoritik, maupun yang filosofik, orang mengetengahkan kebenaran tampilan aktual. Sesuatu benar bila memang dapat diaktualkan dalam tindakan.
d.Kebenaran pragmatik
Yang benar adalah yang konkret, yang individual dan yang spesifik dan memiliki kegunaan praktis.
e.Kebenaran proposisi
Proposisi adalah suatu pernyataan yang berisi banyak konsep kompleks, yang merentang dari yang subyektif individual sampai yang obyektif. Suatu kebenaran dapat diperoleh bila proposisi-proposisinya benar. Dalam logika Aristoteles, proposisi benar adalah bila sesuai dengan persyaratan formal suatu proposisi. Pendapat lain yaitu dari Euclides, bahwa proposisi benar tidak dilihat dari benar formalnya, melainkan dilihat dari benar materialnya.
f.Kebenaran struktural paradigmatik
Sesungguhnya kebenaran struktural paradigmatik ini merupakan perkembangan dari kebenaran korespondensi. Sampai sekarang analisis regresi, analisis faktor, dan analisis statistik lanjut lainnya masih dimaknai pada korespondensi unsur satu dengan lainnya. Padahal semestinya keseluruhan struktural tata hubungan itu yang dimaknai, karena akan mampu memberi eksplanasi atau inferensi yang lebih menyeluruh.
3.Konfirmasi
Fungsi ilmu adalah menjelaskan, memprediksi proses dan produk yang akan datang, atau memberikan pemaknaan. Pemaknaan tersebut dapat ditampilkan sebagai konfirmasi absolut atau probalistik. Menampilkan konfirmasi absolut biasanya menggunakan asumsi, postulat, atau axioma yang sudah dipastikan benar. Tetapi tidak salah bila mengeksplisitkan asumsi dan postulatnya. Sedangkan untuk membuat penjelasan, prediksi atau pemaknaan untuk mengejar kepastian probabilistik dapat ditempuh secara induktif, deduktif, ataupun reflektif.
4.Logika inferensi
Logika inferensi yang berpengaruh lama sampai perempat akhir abad XX adalah logika matematika, yang menguasai positivisme. Positivistik menampilkan kebenaran korespondensi antara fakta. Fenomenologi Russel menampilkan korespondensi antara yang dipercaya dengan fakta. Belief pada Russel memang memuat moral, tapi masih bersifat spesifik, belum ada skema moral yang jelas, tidak general sehingga inferensi penelitian berupa kesimpulan kasus atau kesimpulan ideografik.
Post-positivistik dan rasionalistik menampilkan kebenaran koheren antara rasional, koheren antara fakta dengan skema rasio, Fenomena Bogdan dan Guba menampilkan kebenaran koherensi antara fakta dengan skema moral. Realisme metafisik Popper menampilkan kebenaran struktural paradigmatik rasional universal dan Noeng Muhadjir mengenalkan realisme metafisik dengan menampilkan kebenaranan struktural paradigmatik moral transensden. (Ismaun,200:9)
Di lain pihak, Jujun Suriasumantri (1982:46-49) menjelaskan bahwa penarikan kesimpulan baru dianggap sahih kalau penarikan kesimpulan tersebut dilakukan menurut cara tertentu, yakni berdasarkan logika. Secara garis besarnya, logika terbagi ke dalam 2 bagian, yaitu logika induksi dan logika deduksi.
D. Corak dan Ragam Filsafat Ilmu
Ismaun (2001:1) mengungkapkan beberapa corak ragam filsafat ilmu, diantaranya:
 Filsafat ilmu-ilmu sosial yang berkembang dalam tiga ragam, yaitu : (1) meta ideologi, (2) meta fisik dan (3) metodologi disiplin ilmu.
 Filsafat teknologi yang bergeser dari C-E (conditions-Ends) menjadi means. Teknologi bukan lagi dilihat sebagai ends, melainkan sebagai kepanjangan ide manusia.
 Filsafat seni/estetika mutakhir menempatkan produk seni atau keindahan sebagai salah satu tri-partit, yakni kebudayaan, produk domain kognitif dan produk alasan praktis.
Produk domain kognitif murni tampil memenuhi kriteria: nyata, benar, dan logis. Bila etik dimasukkan, maka perlu ditambah koheren dengan moral. Produk alasan praktis tampil memenuhi kriteria oprasional, efisien dan produktif. Bila etik dimasukkan perlu ditambah human.manusiawi, tidak mengeksploitasi orang lain, atau lebih diekstensikan lagi menjadi tidak merusak lingkungan.
Daftar Pustaka
Achmad Sanusi,.(1998), Filsafah Ilmu, Teori Keilmuan, dan Metode Penelitian : Memungut dan Meramu Mutiara-Mutiara yang Tercecer, Makalah, Bandung: PPS-IKIP Bandung.
Achmad Sanusi, (1999), Titik Balik Paradigma Wacana Ilmu : Implikasinya Bagi Pendidikan, Makalah, Jakarta : MajelisPendidikan Tinggi Muhammadiyah.
Agraha Suhandi, Drs., SHm.,(1992), Filsafat Sebagai Seni untuk Bertanya, (Diktat Kuliah), Bandung : Fakultas Sastra Unpad Bandung.
Filsafat_Ilmu,
Ismaun, (2001), Filsafat Ilmu, (Diktat Kuliah), Bandung : UPI Bandung.
Jujun S. Suriasumantri, (1982), Filsafah Ilmu : Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Sinar Harapan.
Mantiq, .
Moh. Nazir, (1983), Metode Penelitian, Jakarta : Ghalia Indonesia
Muhammad Imaduddin Abdulrahim, (1988), Kuliah Tawhid, Bandung : Yayasan Pembina Sari Insani (Yaasin)

konstitusi RIS (tugas perbandingan konstitusi)

Konstitusi RIS 1949

Dalam perjalannya, Belanda berusaha memecah-belah bangsa indonesia dgn cara membentuk negara Sumatra Timur, Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan, & Negara Jawa Timur. Bahkan Belanda melakukan Agresi Militer I pada thn 1947 (pendudukan terhadap ibukota jakarta) & Agresi Militer II atas kota Yogyakarta pada tahun 1948. Untuk menyelesaikan pertikaian Belanda dgn RI, PBB turun tangan dengan menyelenggarakann Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag (Belanda) tgl 23 Agustus -2 November 1949.

KMB menghasilkan 3 buah persetujuan pokok, yaitu :
a. didirikannya Negara Republik Indonesia Serikat
b. penyerahan kedaulatan kpada Republik Indonesia Serikat
c. dididrikannya uni antara RIS dengan kerajaan Belanda

Perubahan bentuk negara dari negara kesatuan menjadi negara serikat mengharuskan adanay penggantian UUD, sehingga disusunlah naskah UUD RIS & dibuat oleh delegasi RI serta delegasi BFO pada KMB. UUD yg diberi nama Konstitusi RIS tersebut mulai beelaku tgl 27 Desember 1949, yg terdiri atas Mukadimah berisi 4 alinea, Batang Tubuh yg berisi 6 bab & 197 pasal, serta sebuah lampiran.
Mengenai bentuk negara dinyatakan dlm pasal 1 ayat (1) Konstitusi RIS yg berbunyi 'Republik Indonesia Serikat yg merdeka & berdaulat adalah negara hukum yg demokratis & berbentuk federasi'. Dgn berubah menjadi negara serikat, maka di dlm RIS terdapat beberapa negara bagian & masing-masing memiliki kekuasaan pemarintahan di wilayah negara bagiannya. Negara negara bagian itu adlh : Negara Republik Indonesia, Indonesia Timur, Pasundan, Jawa Timur, Madura, Sumatera Timur, Sumatera Selatan. Selain itu terdapat pula satuan kenegaraan yg berdiri sendiri, yaitu : Jawa Tengah , Bangka, Belitung, Riau, Kalimantan Barat, Dayak Besar, Daerah Banjar, Kalimntan Tenggara & Kalimantan Timur. Selama berlakunya Konstitusi RIS 1949, UUD 1945 tetap berlaku hanya untuk negara bagian RI yg meliputi Jawa & Sumatera dengan ibu kota Yogyakarta.
Sistem pemerintahan yg digunakan pada masa berlakunya Konstitusi RIS adlh sistem parlementer, sebagaimana diatur dlm pasal 118 ayat 1 & 2 Konstitusi RIS. Pada ayat (1) ditegaskan bahwa 'Presiden tidak dapat diganggu gugat'. Artinya presiden tdk dpt dimintai pertanggungb jawaban atastugas-tugas pemerintahan, karena presiden adalah kepala negra, bkn kepala pemerintahan.
Pada pasal 118 ayat (2) ditegaskan bahwa 'Menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah baik bersama sama untuk seluruhnya maupun masing-masing untu dirinya sendiri'. Dengan demikian, yg melaksanakan & bertanggung jawab terhadap tugas tugas pemerintahan adlh menteri-menteri. Dalam sistem ini, kepala pemerintahan dijabat oleh Perdana Menteri, dgn sistem pemerintahan parlementer, dimana pemerintah bertanggung jawab terhadap parlemen (DPR).

Berikut lembaga-lembaga negara menurut Konstitusi RIS :
a. Presiden
b. Menteri-menteri
c. Senat
d. DPR
e. MA
f. Dewan Pengawas Keuangan
DPR dan SENAT REPUBLIK INDONESIA SERIKAT (1949-1950)
Sebagai konsekuensi diterimanya hasil Konferensi Meja Bundar (KMB), diadakan perubahan bentuk negara kesatuan RI menjadi negara serikat. Perubahan ini dituangkan dalam Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS). Berdasarkan Konstitusi RIS yang menganut sistem pemerintahan parlementer, badan legislatif RIS dibagi menjadi dua kamar, yaitu Senat dan Dewan Perwakilan Rakyat.
DPR-RIS

Jumlah anggota DPR terdiri dari 146 orang yang mewakili negara/daerah bagian dengan perincian sebagai berikut:
1. Republik Indonesia 49 orang
2. Indonesia Timur 17 orang
3. Jawa Timur 15 orang
4. Madura 5 orang
5. Pasundan 21 orang
6. Sumatera Utara 4 orang
7. Sumatera Selatan 4 orang
8. Jawa Tengah 12 orang
9. Bangka 2 orang
10. Belitung 2 orang
11. Riau 2 orang
12. Kalimantan Barat 4 orang
13. Dayak Besar 2 orang
14. Banjar 3 orang
15. Kalimantan Tenggara 2 orang
16. Kalimantan Timur 2 orang
DPR-RIS dan Senat bersama-sama dengan pemerintah melaksanakan pembuatan perundang-undangan. DPR-RIS juga berwenang mengontrol pemerintah, dengan catatan presiden tidak dapat diganggu gugat, tetapi para menteri bertanggung jawab kepada DPR atas seluruh kebijaksanaan pemerintah, baik bersama-sama untuk seluruhnya, maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri.
Di samping itu, DPR-RIS juga memiliki hak menanya dan menyelidik. Dalam masa kerjanya selama enam bulan, DPR-RIS berhasil mengesahkan tujuh undang-undang.
Senat RIS

Keanggotaan Senat RIS berjumlah 32 orang, yaitu masing-masing dua anggota dari tiap negara/negara bagian. Secara keseluruhan, cara kerja Senat RIS diatur dalam Tata Tertib Senat RIS.
ISI UUD RIS 1949
MUKADIMAH
BAB I ( pasal 1 – 41 )
NEGARA REPUBLIK INDONESIA SERIKAT
BAB II ( pasal 42 – 67 )
REPUBLIK INDONESIA SERIKAT DAN DAERAH – DAERAH BAGIAN
BAB III ( pasal 68 – 116 )
PERLENGKAPAN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT
BAB IV ( pasal 117 - 185 )
PEMERINTAHAN
BAB V ( pasal 186 – 189 )
KONSTITUANTE
BAB VI ( pasal 190 – 197 )
PERUBAHAN, KETENTUAN – KETENTUAN PERALIHAN
DAN KETENTUAN – KETENTUAN PENUTUP
PIAGAM-PERSETUJUAN
Penyimpangan yang terjadi, antara lain :
a. Negara Kesatuan Republik Indonesia berubah menjadi Negara Federasi Republik Indonesia Serikat [ RIS ].Perubahan tersebut berdasarkan pada Konstitusi RIS.
b. Kekuasaan legislative yang seharusnya dilaksanakan presiden dan DPR dilaksanakan DPR dan Senat.

Daftar Pustaka
http://kuliahmanunggal.files.wordpress.com/2009/03/konstitusi-ris.pdf
http://www.dpr-ri.org/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=57&Itemid=62
http://id.wikipedia.org/wiki/Konstitusi_Republik_Indonesia_Serikat
http://www.google.co.id/search?hl=id&source=hp&biw=1280&bih=707&q=konstitusi+ris&aq=0&aqi=g2&aql=&oq=konstitusi+RIS&gs_rfai=

LOGIKA DAN BAHASA

1.Kaitan erat logika dan bahasa

* Ada dua aspek penting dalam pemikiran, yaitu aspek kegiatan mental (=bahwa penalaran itu berlangsung dalam batin) dan aspek ekspressi verbal (=bahasa untuk menyatakan isi pemikiran)

* Melalui bahasa, kita dapat mengkomunikasikan penalaran kita, dan dengan demikian dapat diuji tepat-tidaknya.

* Penalaran yang baik menuntut kemampuan penggunaan bahasa yang baik pula
* Salah satu fungsi bahasa adalah fungsi logis, yakni dimana bahasa digunakan untuk menalar, menganalisis dan menjelaskan suatu masalah atau argumen. Melalui bahasa orang bisa menerima atau menolak kebenaran dari pernyataan-pernyataan atau teori yang dikemukakan.

* Secara analog, pemikiran manusia dapat diibaratkan sebagai sebuah rumah tembok, yang tersusun dari beberapa kamar dan yang dibentuk oleh bata-bata.

Demikianlah penalaran tersusun dari putusan-putusan (proposisi), dimana suatu putusan dibentuk oleh pengertian (konsep)


*Logika sepadan dengan bahasa

-Suatu pengertian dihubungkan dengan pengertian lain, akan menghasilkan putusan. Beberapa putusan dihubungkan, akan menghasilkan suatu penyimpulan

-Begitu juga bahasa. Satuan terkecil yang memiliki arti adalah “kata”. Dua atau lebih kata digabung, akan membentuk kalimat. Kalimat-kalimat kita susun menjadi suatu komposisi.

-Dengan demikian, unsur-unsur pokok pemikiran manusia (pengertian, putusan dan penalaran / penyimpulan) mendapat padanannya dalam bahasa.
Kesejajaran antara logika dan bahasa
Pengertian (konsep), - Kata (morfem)
Putusan (proposisi) - Kalimat
Penalaran/penyimpulan - Komposisi

2. Namun logika bukanlah bahasa

- Bahasa ada bermacam-macam, gramatika dan kosa katanya berbeda
- Namun kaidah berpikir ilmiah diharapkan sama, walau diungkapkan dengan bahasa-bahasa yang strukturnya berbeda.
- Jadi, di balik keanekaan bahasa, diandaikan adanya satu kaidah berpikir, yaitu logika.
- Hal yang kita tunjuk dengan kata Indonesia ‘pasar’, dapat diungkapkan dengan aneka kata lain, ‘market, ‘Markt’, ‘marche’, dsb. Semua kata itu punya arti atau acuan yang sama. Dan itulah yang kita sebut dalam logika sebagai ‘konsep’ atau “pengertian”.

-Begitu juga hubungan antara konsep dengan konsep (yang menghasilkan putusan), meskipun diatur oleh gramatika yang berbeda-beda, namun didasari oleh relasi logis yang sama.

-Maka, dibalik aneka perbedaan tata bahasa itu, kita perlu mengetahui dengan pasti apa yang sebenarnya mau diungkapkam melalui ungkapan verbal atau tulisan itu.
Misalnya:

- “Ibu tidak pergi ke pasar” (Indonesia)
- “Mather doesn’t go to the market” (Inggris)
- “Muter gehst nicht nach den Markt” (Jerman)

Bandingkan kata kerja dari ketiga kalimat itu (tidak pergi, melakukan tidak pergi, pergi tidak). Ketiganya jelas berbeda, namun relasi logis di belakangnya tetap sama, yakni hanya mau menyatakan bahwa konsep ‘A’ (ibu) dan konsep ‘B’ (orang yang pergi ke pasar) tidak berhubungan.

Jadi relasi logisnya hanya mau mengatakan bahwa A bukanlah B, atau : A  B

MEMAHAMI PENGERTIAN LOGIKA

Secara etimologis berasal dari kata logos (Yunani) berarti akal / pikiran. Sehingga logika banyak diartikan sebagai bidang pengetahuan yang mempelajari tentang bagaimana cara atau aturan berpikir benar.

#Pandangan tentang pengertian logika

. Ajaran filsafat tentang cara berpikir
. Ajaran filsafat untuk mengadakan uraian yang rapi dan tepat tentang suatu pengertian.
Sehingga dapat disimpulkan: logika adalah pengetahuan yang mengajarkan tentang cara berpikir untuk mencapai suatu kebenaran yang hakiki (sebenar-benarnya).

#Mengapa harus ada logika ?

Karena diharapkan dapat menjadi petunjuk agar orang dapat melakukan perbincangan dan penyimpulan yang sah (selaras dengan kaidah bekerjanya akal).

#RUANGLINGKUP LOGIKA

Sama halnya dengan bidang ilmu lain, logika memiliki objek yang dibahasnya sendiri.
*Perlu diketahui dalam ilmu pengetahuan terdapat dua objek, yaitu objek formal dan material. Formal = sudut pandang untuk menyoroti objeknya. Material = bahannya keseluruhan sebagai sasaran.
*Formal = “mengkaji” Material = “yang dikaji”

#Dalam Logika Objeknya meliputi:

1.Objek materialnya = Akal Manusia
2.Objek Formalnya = Cara bekerjanya akal manusia, berupa proses berpikir membanding, menimbang, memilih dan akhirnya mengambil keputusan

#Hubungan Logika dengan Ilmu lain

*Logika dengan Bahasa

Bahasa adalah alat pikiran dan alat berkomunikasi, yang dikomunikasikan adalah isi pikiran manusia. Manusia tidak akan berpikir tanpa bahasa, langsung atau tidak bahan yang dipikirkan itu sampai kepada kita lewat bahasa
Bahasa sebagai alat pikir, logika juga mempersoalkan struktur bahasa itu sejauh ada hubungan dengan pekerjaan pikiran. Logika dan bahasa memiliki keterkaitan, saling bantu dalam menyelesaikan tugasnya.

*Perbedaan Prinsip antara Logika & Bahasa
Bahasa mempersoalkan “tata”nya bahasa yang berarti, hukum-hukum perbahasaan
Logika mempersoalkan “tata”nya pekerjaan berpikir yaitu hukum, aturan dan prinsip pekerjaan berpikir.

#Hubungan Logika dengan Psikologi
*Kita ketahui objek material psikologi adalah jiwa manusia, sedangkan logika berupa akal manusia dan akal bagian dari jiwa manusia.
*Psikologi mengkaji akal, pikiran rasa maupun kehendak manusia yang dilihat dari ekspresi yang muncul dipermukaan. Logika hanya mempersoalkan hukum, cara dan prinsip bekerjanya akal manusia hingga sampai pada hasil yang logis.

Dengan kata lain logika hanya mempersoalkan keruntutan berpikir, maka psikologi mempersoalkan tidak saja menyangkut orang ybs tetapi juga situasi dan kondisi yang mempengaruhinya sampai pada hasil pemikiran tertentu.
contoh: anak yang cerdas tidak selamanya mendapat nilai ujian denga baik.

#Tujuan Logika
Bertolak pada pertanyaan mengapa harus ada logika ?
Agar manusia dapat menemukan hukum, patokan, pedoman berpikir, sehingga ia dapat berpikir secara runtut dan tepat.
Runtut artinya ada ketertiban dan keteraturan dalam berpikir dan tepat berarti tidak terjadi kesesatan dalam berpikir. Sehingga kita akan terhindar dari kekeliruan dalam mengerti, berpendapat dan menyimpulkan sesuatu.

#Sejarah Perkembangan Logika
1. Asal Usul
Logika ada semenjak manusia ada di dunia, walaupun dalam tingkat yang sederhana, dalam kehidupan manusia pasti mempraktikkan hukum berpikir, persoalannya.. Manusia itu tidak menyadari ia telah melakukan kegiatan berpikir.

Maka, hal yang seperti itu disebut sebagai logika naturalis atau logika alamiah.
Manusia berkembang semakin kompleks. Sejalan dengan itu manusia seringkali mengalami kesulitan dalam melakukan olah pikir untuk menyelesaikan maslahnya. Sehingga masalah yang konpleks itu terpecahkan secara benar, maka manusia membuat aturan-aturan berpikir, hal inilah yang biasa dikenal dengan sebutan logika artificialis / logika buatan.

2. Zaman Yunani
Sebagaimana ilmu lainnya, pemikiran ttg logikapun berawal dari Yunani, semenjak zaman Kuno Yunani orangnya pun telah mengusahakan tentang logika artificialis.

a. Zaman Sophistika (abad ke 5 sm)
telah tercatat dan menalarkan hukum berpikir yang bertujuan awalnya hanya untuk mencari kebenaran, tetapi bergeser diplesetkan dalam pengertian politis, yaitu ingin mencari kemenangan dalam sebuah perselisihan.
Contoh:
Bentuk pemikiran yang diusahakan masa lalu hanyalah pada permainan kata-kata demi kemenangan dalam perselisihan
*Barangsiapa yang lupa itu bodoh
*Barangsiapa yang banyak belajar, banyaklah
tahunya dan banyaklah lupanya
*Maka orang yang banyak belajar akan makin
bodoh.

b. Socrates, Plato dan Aristoteles

Permainan kata kaum shopistika menimbulkan reaksi dikalangan filsuf, dengan diawali Socrates (469 – 399 sm) membangun logika dalam arti yang benar sebagai kritik terhadap kaum shopistika.
Usaha Socrates dilanjutkan oleh muridnya Plato (427 – 347 sm) berlanjut ke Aristoteles dan berhasil menyusun logika yang hingga saat ini dipakai dalam ilmu pengetahuan. Selanjutnya disebut Logika Aristoteles yang buah pikirannya disebut Organon yang berarti alat untuk mencapai pengetahuan yang benar

c. Abad Pertengahan (800 – 1600 m)

Masa ini logika dikembangkan dan dihargai, orang Erofa belajar dengan orang Islam. Diantaranya dinasti Abasiyah dikenal Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd dengan mengajarkan logika yang berasal dari Aristoteles, namun karena ajaran mereka sudah tidak murni lagi, maka orang Erofa pada abad ke 13 mencari sumber aslinya.

Aristoteles dianugrahkan sebagai bapak Logika, di abad pertengahan dikembangkan logika modern, hingga dewasa ini logika dikembangkan menjadi sebuah ilmu pengetahuan yang luas.

#SISTEMATIKA LOGIKA
a.Logika Formal dan Logika Material
Untuk mempermudahkan dalam mempelajari Logika, maka yang pertama dalah membaginya menjadi dua bagian, yaitu logika formal dan logika material.

*Logika Formal: bidang pengetahuan yang mempelajari dan mengajarkan formal (sesuai dengan aturan yang sah), yaitu bentuk pekerjaan akal, asas berpikir, hukum berpikir dan patokan berpikir yang memberikan pedoman agar dapat berpikir secara runtut dan benar sehingga hasil pemikiran terhindar dari keliru. Yang selanjutnya disebut Logika Minor

*Logika Material: Bidang kajian yang membicarakan materialnya/bahannya di dalam kenyataannya yang berhubangan dengan pekerjaan berpikir. Di sini terlihat seakan logika material mencocokkan apakah hasil logika formal itu sesuai dengan kenyataan. Yang selanjutnya di sebut Logika Minor

Logika material melahirkan filsapat pengetahuan.Logika formal menitik beratkan pada pekerjaan akal
Logika Material menitik beratkan pada hasil pekerjaan akal

#BAGIAN LOGIKA

Ada tiga pekerjaan akal yang biasa disebut dengan Mengerti, Berpendapat dan Bernalar. Kesemuanya tercakup dalam aktivitas akal kita
Sepanjang manusia dalam kesadaran, maka akalnya terus berjalan, akal bekerja tiada lain melakukan kegiatan menimbang, membanding dan berkeputusan. Untuk dapat melakukan hal itu ia harus berpendapat terlebih dahulu, dan akal baru bisa berpendapat apabila ia sudah mempunyai pengetian dan Tahu tentang sesuatu.
Maka jelas: orang tidak dapat berpikir atau menalar apabila ia tidak mempunyai pengertian.